Menara Jam Makkah Pusat Waktu Dunia
Keinginan Arab Saudi untuk menjadikan
Makkah sebagai pusat waktu dunia bukan yang pertama. Sejak abad ke-19,
sejumlah negara sudah saling berebut untuk menjadi meridian utama.
Negara besar seperti Prancis, Amerika
Serikat dan beberapa wilayah lain yang dilalui garis meridian sempat
membuat klaim tersendiri sebagai titik nol derajat. Namun, lewat
konvensi meridian internasional yang digelar di Washington DC, AS,
pada tahun 1884, diputuskan Greenwich sebagai wilayah tunggal
meridian utama.
Dalam konferensi yang dihadiri oleh 41
delegasi dari 25 negara tersebut, diputuskan tujuh poin tentang
penentuan pusat waktu dunia. Seluruh negara patuh pada hasil
konvensi, kecuali Prancis yang ngotot menggunakan Paris Meridian Time
(PMT) sebagai acuan waktu. Baru pada tahun 1911, negeri mode
tersebut ikut menggunakan GMT.
Kini, Arab Saudi kembali menantang GMT
lewat sebuah menara jam Abraj Al-Bait di Makkah. Lewat proyek
ambisius tersebut, Makkah berharap bisa menjadi pusat waktu dunia dan
menggeser penanggalan hari di berbagai belahan bumi.
“Ini akan jadi masalah baru. Belum tentu
seluruh negara di dunia mau menerima. Dulu saja perdebatannya
panjang dan baru berakhir pada tahun 1884,” kata astronom ITB Moedji
Raharto saat berbincang dengan detikcom, Jumat (13/8/2010).
Menurut Moedji, mungkin saja GMT
bergeser ke Makkah karena alasan tertentu. Tapi, butuh usaha yang
luar biasa dan tenaga yang tidak sedikit untuk meyakinkan dunia bahwa
Makkah adalah maridian utama.
“Apalagi sekarang orang sudah memakai
GMT semua. Semua kepentingan bisnis, penerbangan dan segala hal sudah
mengacu ke sana. Harus jelas dulu Makkah konsepnya bagaimana,”
tegasnya.
Seperti diketahui, pemerintah Arab
Saudi sedang merampungkan proyek ambisius untuk menggeser Greenwich
Mean Time (GMT) sebagai pusat waktu dunia. Sebuah menara jam raksasa
yang lima kali lebih besar dari Big Ben di London sedang dibangun di
kota Makkah.
Bagi Arab Saudi, Makkah dianggap lebih
tepat sebagai episentrum dunia. Kota suci umat muslim tersebut
diklaim sebagai wilayah tanpa kekuatan magnetik oleh peneliti Mesir
seperti Abdel-Baset al-Sayyed.
“Itulah mengapa ketika seseorang
berpergian ke Makkah atau tinggal di sana, mereka tinggal lebih lama
dan lebih sehat karena hidupnya lebih sedikit dipengaruhi oleh
gravitasi,” jelas al-Sayyed.
Sumber : detik.com