Rumah Isteri-Isteri Nabi SAW
Ketika rombongan keluarga Nabi SAW dan
Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. sampai di Madinah, ketika itu Rasulullah SAW
sedang membangun masjid dan ruangan-ruangan di sekeliling masjid itu.
Lalu Nabi SAW menempatkan mereka di sebuah rumah milik Haritsah bin
Nu’man ra. Rasulullah SAW menyempurnakan pernikahannya dengan ‘Aisyah
di ruangan itu. Dan Rasulullah SAW pun dikuburkan di tempat yang sama.
Haritsah bin Nu’man memiliki beberapa rumah di sekitar masjid Nabawi.
Apabila Rasulullah SAW menikahi seseorang, maka Haritsah akan pindah
dari rumahnya demi beliau, sehingga akhirnya semua rumahnya digunakan
untuk Rasulullah SAW dan istri-istri beliau. Nabi SAW membuat pintu
masuk ke masjid meialui pintu kamar ‘Aisyah. Sehingga diriwayatkan
bahwa ketika beliau sedang beri’tikaf, beliau nienjengukkan kepalanya
dari masjid lewat pintu ‘Aisyah. lalu ‘Aisyah mencuci kepala beliau
sementara dia sedang haid.
Setelah perombakan demi perombakan,
akhirnya rumah para istri Nabi SAW harus digusur pada masa Walid bin
Abdul Malik. Abdullah bin Yazid berkata tentang kejadian penggusuran
itu, “Aku melihat rumah-rumah istri Rasulullah SAW ketika dihancurkan
oleh Umar bin Abdul Aziz pada masa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik.
Rumah-rumah itu disatukan dengan masjid. Rumah-rumah itu terbuat dari
bata kering, dan ruangan-ruangannya dibuat dari batang pohon kurma yang
disatukan dengan lumpur. Ada sembilan rumah dengan kamar-kamarnya.
Rumah itu dimulai dari rumah ‘Aisyah dengan pintu yang berhadapan
dengan pintu kamar Rasulullah SAW, sampai rumah Asma’ binti Hasan. Aku
melihat rumah Ummu Salamah dan ruangan-ruangannya terbuat dari bata.
Cucu laki-lakinya berkata, “Ketika Rasulullah SAW menyerang Dumatut
jandal, Ummu Salamah membangun ruangan dengan bata. Ketika Rasulullah
SAW datang dan melihat bata itu, beliau masuk menemui Ummu Salamah rha.
dan bertanya, bangunan apa ini?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah SAW, aku
ingin menghalangi pandangan orang’. Beliau SAW berkata, ‘Wahai Ummu
Salamah, hal terburuk bagi seorang Muslim dalam membelanjakan uangnya
adalah untuk bangunan.’
Di antara makam dan mimbar, terdapat
kamar-kamar istri Rasulullah SAW yang terbuat dari batang pohon kurma
dengan pintu-pintunya yang ditutupi dengan kain wol hitam. Dan pada
hari surat Walid bin Abdul Malik dibacakan, yang memerintahkan agar
kamar, kamar istri-istri Rasulullah SAW tersebut disatukan dengan
masjid Nabi, banyak orang yang menangis kehilangan. Sa’id bin Musayab
rah.a. juga bercerita tentang hari itu, ‘Demi Allah, aku berharap bahwa
kamar-kamar itu dibiarkan sebagaimana adanya, sehingga orang-orang
Madinah dan para pengunjung dari jauh bisa melihat seolah-olah
Rasulullah SAW masih hidup. Hal itu termasuk bagian dari hal-hal yang
akan memberi semangat kepada umat untuk menahan diri dari mencari dan
menyibukkan diri atas sesuatu yang tidak berguna di dunia ini’.
lmran bin Abi Anas berkata, ‘Di antara
rumah-rumah itu ada empat buah rumah yang terbuat dari bata dengan
kamar-kamar dari pohon kurma. Ada lima rumah dari batang pohon kurma
dilapisi lumpur tanpa bata. Aku mengukur gordennya dan mendapati
ukurannya tiga kali satu cubit, dan areanya itu sedemikian, lebih atau
kurang. Sedangkan mengenai tangisan, aku bisa mengingat kembali diriku
pada sebuah perkumpulan yang dihadiri sebagian sahabat Rasulullah SAW,
termasuk Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Umamah bin Sahal, dan
Kharijah bin Zaid. Mereka menangis sampai janggut mereka basah oleh air
mata. Tentang hari itu Abu Umamah berkata, ‘Seandainya mereka
membiarkan dan tidak menghancurkannya sehingga orang-orang bisa menahan
diri dari membangun bangunan dan mencukupkan dengan apa yang Allah
ridhai pada Rasul-Nya walaupun kunci harta dunia di tangan beliau.’