Kisah Ashabul Ukhdud
Segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya,
meminta pertolongan kepada-Nya, dan memohon ampunan kepada-Nya. Kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kita dan keburukan amal
kita.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak seorang pun
yang mampu menyesatkannya. Dan, barangsiapa yang disesatkan oleh Allah,
maka tak seorang pun yang mampu memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi selain Allah, tiada
sekutu bagi-Nya. Dan, saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya. Semoga shalawat dan salah tercurah limpahkan kepada beliau.
Wa ba’d;
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dengan sanad dari
Shuhaib bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘laihi wasallam bersabda :
“Ada seorang raja yang hidup di zaman sebelum kalian. Ia memiliki
seorang tukang sihir. Ketika sudah tua, tukang sihir itu berkata kepada
raja, ‘aku sudah tua. Angkatlah seorang pemuda untuk kuajari ilmu sihir.
Maka, raja mengutus seorang pemuda untuk belajar. Ketika dalam
perjalanan ke tempat tukang sihir, pemuda ini melewati seorang pendeta.
Ia berhenti dan mendengarkan wejangan-wejangannya. Ia terkagum-kagum
dengan kata-kata pendeta tersebut. Akhirnya, setiap kali berangkat ke
tempat tukang sihir, ia mampir dulu, duduk di tempat pendeta. Akibatnya,
setiba di tempat tukang sihir ia dicambuk. Hal ini ia adukan kepada
pendeta. Pendeta tersebut berkata : “Jika kamu takut dipukul tukang
sihir, katakan bahwa keluargamu menahan dirimu. Dan jika engkau takut
dimarahi keluargamu, katakan bahwa tukang sihir menahan dirimu. Ketika
berangkat seperti biasa“.
Pemuda itu bertemu dengan binatang buas. Binatang ini membuat
orang-orang ketakutan sehingga mereka tidak bisa lewat. Ia bergumam :
“Kini saatnya kuketahui, mana yang lebih baik, tukang sihir ataukah
pendeta”. Lalu ia memungut sebutir batu dan berkata : “Ya Allah, jika
ajaran pendeta itu lebih Engkau sukai daripada ajaran tukang sihir, maka
matikanlah binatang ini supaya manusia bisa lewat seperti semula”.Maka,
ia lempar binatang itu dan mati. Orang-orang pun bisa lewat lagi.
Setelah itu, pemuda ini mendatangi sang pendeta dan menceritakan
kejadian yang baru dialaminya. Pendeta berkata kepadanya : “Anakku, hari
ini kamu lebih baik daripada aku. Aku melihat apa yang sudah engkau
capai. Hari ini kamu lebih baik daripada aku. Sungguh, kamu pasti akan
menerima cobaan. Jika kelak mendapatkan cobaan, jangan menunjuk namaku”.
Pemuda ini sering menyembuhkan pengidap penyakit abrash dan belang,
serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita orang. Seorang penasihat
raja mendengar berita tentangnya. Maka dari itu, ia datang kepada
pemuda tersebut dengan membawa banyak hadiah. Ia berkata : “Semua yang
kubawa ke sini ini akan menjadi milikmu jika engkau bisa
menyembuhkanku”. “Aku tidak bisa menyembuhkan siapa pun, yang
menyembuhkan hanyalah Allah. Jika kamu beriman kepada Allah, aku akan
berdoa kepada-Nya dan Dia akan menyembuhkanmu”, tukas si pemuda.
Akhirnya ia beriman dan Allah pun menyembuhkannya. Setelah itu, ia
datang kepada raja seperti biasa. Raja bertanya kepadanya : “Siapa yang
menyembuhkan penglihatanmu?”. Ia menjawab : “Tuhanku!”. Raja bertanya
lagi : “Apakah kamu mempunyai tuhan selain aku?”. Penasihat itu berkata :
“Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah”. Raja menangkapnya, dan terus
menyiksanya hingga akhirnya ia menyebutkan keberadaan si pemuda.
Maka, dipanggilah pemuda tadi. Raja bertanya kepadanya : “Anakku,
apakah ilmu sihirmu sudah sedemikian hebat sampai kamu bisa menyembuhkan
orang buta dan berpenyakit lepra, serta bisa melakukan ini itu?”.
“Aku tidak menyembuhkan seorang pun. Yang menyembuhkan hanyalah
Allah”. Raja pun menangkapnya dan terus menyiksanya sampai pemuda ini
menunjukkan keberadaan pendeta. Pendeta pun dibawa. Dikatakan kepadanya :
“Tinggalkan agamamu!”. Pendeta menolak.
Akhirnya diambillah sebuah gergaji, lalu diletakkan di tengah-tengah
kepalanya, dan tubuhnya digergaji dari atas hingga terbelah dua. Setelah
itu, mantan penasihat raja dipanggil, dikatakan kepadanya : “Tinggalkan
agamamu!”. Ia juga menolak, maka diambil gergaji. Ia digergaji dari
tengah kepalanya hingga terbelah dua dan jatuh ke tanah.
Giliran si pemuda dipanggil, dikatakan kepadanya : “Tinggalkan
agamamu!”. Dan tentu saja ia menolak. Maka raja menyerahkan pemuda tadi
kepada beberapa prajuritnya. Ia berkata : “Bawa dia ke gunung itu,
dakilah sampai puncaknya”. Perintahkan ia untuk keluar dari agamnya.
Jika ia menolak meninggalkan agamanya, lemparkan dia dari atas!”. Maka
para prajurit itu membawa si pemuda ke gunung yang dimaksud.
Sementara si pemuda berdoa : “Ya Allah, lindungi aku dari mereka
sekehendak-Mu!”. Tiba-tiba gunung terguncang dan pasukan raja
berjatuhan. Si pemuda pulang berjalan kaki ke tempat raja. Raja bertanya
: “Apa yang dilakukan orang-orang yang menyertaimu?”.
Ia menjawab : “Allah telah melindungiku dari mereka”. Mendengar itu,
raja kembali menyerahkan pemuda ini kepada prajurit-prajuritnya yang
lain. Ia berkata : “Bawa pemuda ini di dalam sebuah perahu kecil. Bawa
ia ke tengah-tengah laut, kecuali jika ia mau keluar dari agamanya.
Kalau ia tidak mau meninggalkan agamanya, lemparkan dia ke tengah
laut!”.
Mereka pun membawanya. Pemuda itu berdoa lagi : “Ya Allah, lindungi
aku dari mereka sekehendak-Mu”. Maka, tiba-tiba kapal yang ditumpangi
pasukan raja terbalik, dan mereka semua tenggelam. Ia pun kembali pulang
menghadap raja dengan berjalan kaki.
Lagi-lagi raja bertanya : “Apa yang dilakukan para pengiringmu?”.
Pemuda itu menjawab : “Allah telah lindungi aku dari mereka. Wahai Raja,
engkau tidak akan bisa membunuhku, kecuali bila engkau menuruti
perintahku”. “Apa perintahmu itu?”, tanya sang raja.
“Kumpulkan manusia di sebuah tanah lapang, kemudian saliblah tubuhku
pada sebatang kayu. Ambil satu anak panah dari sarung panahku ini, lalu
pasang panah itu di tengah-tengah busur saat memegangnya. Lalu ucapkan :
‘Bismillahi Rabbil Ghulam’ (Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda
ini). Setelah itu panahlah aku. Jika engkau melakukan ini, engkau akan
berhasil membunuhku”.
Akhirnya, raja mengumpulkan manusia di sebuah tanah lapang dan
menyalib pemuda itu pada sebuah kayu. Setelah itu, ia mengambil satu
anak panah dari tempat anak panahnya dan meletakkannya di tengah-tengah
busur. Lalu, raja mengucapkan : “Bismillah Rabbil Ghulam (Dengan nama
Allah, Tuhan pemuda ini)”.
Kemudian dipanahnya pemuda itu. Anak panah mengenai bagian
pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya pada pelipisnya yang terkena
panah. Tak lama kemudian ia mati.
Melihat kejadian ini, manusia mengatakan : “Kami beriman kepada Rabb
pemuda ini! Kami beriman kepada Rabb pemuda ini! Kami beriman kepada
Rabb pemuda ini!”.
Si raja datang, lantas dikatakan kepadanya : “Tidakkah engkau melihat
apa yang selama ini engkau khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiranmu itu
telah terjadi. Manusia telah beriman”.
Maka raja memerintahkan untuk dibuatkan parit-parit. Di atasnya
dipasang jembatan. Maka dibuatlah parit, dinyalakan dengan api. Raja
berkata : “Siapa yang tidak mau meninggalkan agama barunya, lemparkan ke
dalam parit”. -Dalam lain riwayat : “Perintahkan dia terjun ke parit!”.
Pasukan raja melakukan perintahnya. Sampai tiba giliran seorang
wanita yang menggendong bayinya, sejenak ia hendak mengurungkan niatnya
menceburkan diri ke dalam parit. Namun tiba-tiba bayinya berkata : “Ibu,
bersabarlah, sesungguhnya ibu berada di atas kebenaran!”. [Hadits
Shahih Riwayat Muslim]
Pembaca yang budiman, mungkin sebagian besar dari kita telah
mendengar kisah dalam hadits tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Muslim dalam kitab shahihnya.
Namun, saya akhirnya menyadari bahwa kita—dari satu masa ke
masa—sangat butuh untuk memperbarui perhatian kita kepada sebagian makna
dan isyarat kalimat yang terkandung dalam kisah yang agung tersebut
dari segenap sisi dan rinciannya.
Sebab, kisah tersebut mengandung berbagai makna iman yang tinggi.
Juga, terdapat kaitan erat dengan realita dan kehidupan kita dewasa ini.
Karena, realita, rincian, dan peristiwa tersebut—atau sebagiannya—terus
terulang di sebagian tempat dan negeri.
Semua itu terjadi agar kita dapat mengambil pelajaran dan bimbingan
bagi jiwa kita, dan generasi yang akan datang serta sebagai bekal yang
dapat membantu kita—dengan seijin Allah—untuk menanggung beban
perjalanan di atas jalan kebenaran, dakwah, jihad, dan pembinaan umat.
Selain itu juga untuk menghadapi orang-orang yang melampaui batas, dan
kezhaliman orang-orang yang berlaku zhalim.
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama merenungi makna dan isyarat
kalimat-kalimat yang terkandung dalam kisah yang agung ini, kalimat demi
kalimat. Kita berdoa kepada Allah, semoga memberikan keteguhan, taufik,
dan penerimaan amal.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Mahadekat, dan Maha Mengabulkan doa.
Penulis
Syaikh Abdul Mun’im Musthafa Halimah
Syaikh Abdul Mun’im Musthafa Halimah